Laporan OTK - Kesetimbangan Fasa


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kesetimbangan adalah kondisi yang tidak ada perubahan dalam waktu yang lama. Kesetimbangan ditinjau dari sifatnya, dibedakan menjadi dua, yaitu kesetimbangan statik (kesetimbangan stabil, labil, indifferent) dan kesetimbangan dinamik (kesetimbangan proses kimia dan kesetimbangan proses fisika).

Dalam teknik kimia, dua jenis kesetimbangan yang penting yaitu kesetimbangan fase dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas maupun larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun padat-larutan.

Bila ditinjau suatu sistem dimana terjadi kontak antara dua fase, sebagai contoh fase cair dan fase uap maka kedua fase tersebut dikatakan setimbang jika kecepatan menguap dari fase cair akan sama dengan kecepatan mengembun fase uap. Pada kondisi ini tidak terjadi perubahan suhu, tekanan maupun kondisi dari kedua fase. Suhu dan tekanan fase uap akan sama dengan suhu dan tekanan fase cair, sedangkan potensial kimia tiap senyawa di fase cair dan fase uap akan sama pula.

Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui suhu kesetimbangan etanol-akuades, mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades dan mengetahui koefisien αab pada suhu kesetimbangan.

1.2       Tujuan Percobaan
̵                  Mengetahui suhu kesetimbangan etanol-akuades
̵                  Mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades
̵                  Mengetahui koefisien αab dari fraksi mol distilat dan residu pada suhu kesetimbangan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan kesetimbangan kimia adalah suatu keadaaan dimana konsentrasi seluruh zat tidak lagi mengalami perubahan, sebab zat-zat diruas kanan terbentuk dan terurai kembali dengan kecepatan yang sama. Keadaan kesetimbangan ini bersifat dinamis, artinya reaksi terus berlangsung dalam dua arah dengan kecepatan yang sama. Pada keadaan kesetimbangan tidak mengalami perubahan secara mikroskopis (perubahan yang dapat diamati atau diukur) (Stephen, 2002).

Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas maupun larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun padat-larutan (Stephen, 2002).

Josiah Willard Gibbs menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas disebut derajat kebebasan (F) yang sama dengan jumlah komponen (C) ditambah 2 dikurangi jumlah fasa (P), yakni:
F = C + 2 - P
            F= derajat kebebasan
            C= Jumlah komponen
            P= Jumlah fasa
Aturan fase Gibbs berlaku untuk semua materi (padat, cair, dan gas). Terdapat dua macam hubungan antara konsentrasi komponen-komponen yaitu kesetimbangan kimia dan keadaan awal. Bagi tiap kesetimbangan kimia jumlah konsentrasi yang bebas berkurang sebuah.  Sebagai contoh, bila kalsium oksida padat, kalsium karbonat padat, dan gas karbon dioksida berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen berkurang dengan satu oleh adanya kesetimbangan kimia. Jumlah derajat kebebasan atau varian v suatu sistem ialah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variable bebas (tekanan, suhu, konsentrasi berbagai fasa) yang harus diberi harga untuk melukiskan keadaan sistem (Stephen, 2002).
           
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu (Syukri,2007).

Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut (Syukri, 2007).

Menurut stephen (2002), ada 6 jenis destilasi yaitu destilasi sederhana, destilasi fraksionasi, destilasi uap, destilasi vakum, destilasi kering dan destilasi azeotropik.
1.        Destilasi Sederhana
Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.
2.        Destilasi Fraksionasi
Fungsi destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah.

3.        Destilasi Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik didih yang konstan. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum Raoult.
4.        Destilasi Vakum
Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didestilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C.
5.        Destilasi Uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih
6.        Destilasi kering
Destilasi kering merupakan destilasi yang dilakukan dengan cara memanaskan material padat  untuk mendapatkan fase uap dan cairnya, biasanya digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara.

Prinsip dari destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan dan suhu tertentu. Tujuan dari destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya dan memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak menguap sebagai residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian bagian campurannya yang tidak teruapkan dan bukan destilatnya maka proses tersebut dinamakan pengentalan dengan evaporasi. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak, pemisahan dapat terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama, maka pemisahnya hanya akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan menjadi kaya pada suatu komponen dari pada larutan aslinya (Christy, 2011).

Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan (Christy, 2011).

Hukum perbandingan berganda adalah salah satu dari hukum-hukum dasar kimia yang digunakan untuk menetapkan teori atom, disamping hukum kekekalan massa dan hukum perbandingan tetap. Hukum perbandingan berganda terkadang disebut hukum Dalton karena penemunya adalah kimiawan Inggris, John Dalton. Dia menjelaskan hukum tersebut dalam buku “New System of Chemical Philosophy” yang diterbutkan pada tahun 1808. Pernyataan hukum tersebut adalah: Jika dua unsur membentuk lebih dari satu senyawa, maka perbandingan dari massa salah satu unsur tersebut sama, maka perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat dan sederhana (Chang, 2010).

Hukum Henry menyatakan bahwa pada sebuah bejana yang berisi air dan udara, bila tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi pelarutan udara kedalam zat cair tersebut proporsi seiring dengan peningkatan tekanan udara. Saat tekanan dalam bejana tersebut sudah cukup tinggi, apabila tekanan udara dikurangi secara perlahan-lahan, maka gas yang terlarut akan dibebaskan secara perlahan kembali ke udara tanpa membentuk gelembung udara (suhu konstan). Berarti semakin dalam penyelam menyelam, maka tekanan hidrostatisnya akan lebih besar dan akan menyebabkan volumenya gas nitrogen yang terakumulasi semakin besar juga (Christy, 2011).

Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M Raoult (1830-1901) untuk mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang bersifat nonvolatil, serta membahas mengenai aktivitas air. Bunyi dari hukum Raoult adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut danfraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”. Secara matematis ditulis sebagai:
Plarutan= Xterlarut . Ppelarut

Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi masa molar suatu zat (Mr). Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan semacam ini disebut larutan ideal Tekanan total campuran gas adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen sesuai dengan hukum Raoult (Rahmawati, 2012).

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang sangat penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Titik lebur 0 °C (273.15 K) (32 ºF) Titik didih 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Air juga biasanya sering disebut sebagai zat pelarut universal karena air (H2O) mampu melarutkan banyak zat-zat kimia (Utami, 2012).

Sifat fisika Alkohol diantaranya Alkohol monohidroksi suku rendah (jumlah atom karbon 1-4 ) berupa cairan tidak berwarna dan dapat larut dalam air dengan segala perbandingan.  Kelarutan alkohol dalam air makin rendah bila rantai hidrokarbonnya makin panjang.  Makin tinggi berat molekul alkohol, makin tinggi pula titik didih dan viskositasnya. Alkohol yang mengandung atom karbon lebih dari 12 berupa zat padat yang tidak berwarna.  Alkohol suku rendah tidak mempunyai rasa, akan tetapi memberikan kesan panas dalam mulut. Sedangkan sifat kimia dari Alkohol adalah Oksidasi alkohol primer dengan menggunakan natrium bikromat dan asam sulfat akan menghasilkan suatu aldehida dan air. Oksidasi alkohol sekunder dengan menggunakan natrium bikromat dan asam sulfat akan menghasilkan suatu keton dan air. Oksidasi alkohol tersier oleh oksigen akan menghasilkan campuran asam karboksilat, keton, karbondiokaida dan air. Alkohol bereaksi dengan logam natrium menghasilkan suatu alkoksida. Hasil samping berupa gas hydrogen.  Alkohol bereaksi dengan asam halida menghasilkan alkil halida dan air. Dehidrasi alkohol dengan suatu asam sulfat akan menghasilkan alkena dan air (Maulana, 2013).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1       Alat dan Bahan
3.1.1    Alat-alat
̵               Labu leher empat
̵               Kondensor
̵               Statif dan klem
̵               Pompa
̵               Heat mantel
̵               Bulb
̵               Alat pengambil sampel
̵               Gelas kimia 250 mL
̵               Termometer
̵               Piknometer
̵               Neraca analitik
̵               Pipet tetes
̵               Gelas ukur 250 mL
̵               Gelas ukur 250 mL

3.1.2    Bahan-bahan
̵               Akuades
̵               Etanol

3.2       Cara Kerja
̵               Dirangkai alat destilasi lengkap.
̵               Ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik.
̵               Dimasukkan akuades ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca analitik.
̵               Dikosongkan piknometer.
̵               Dimasukkan etanol ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca analitik.
̵               Dimasukan etanol sebanyak 200 mL ke dalam labu leher empat dan dipanaskan hingga suhu setimbang (saat suhu tetap).
̵               Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu ditimbang berat piknometer.
̵               Dikosongkan piknometer.
̵               Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu ditimbang berat piknometer.
̵               Dimasukkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat dan dipanaskan hingga suhu setimbang (saat suhu tetap).
̵               Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu ditimbang berat piknometer.
̵               Dikosongkan piknometer.
̵               Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu ditimbang berat piknometer.
̵               Diulangi langkah 10-13 hingga 5 kali.

̵                
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Tabel Pengamatan
Data Percobaan:
Massa piknometer kosong      : 17,78 gram
Massa piknometer + akuades : 26,96 gram
Massa piknometer + etanol     : 25,17 gram
Massa akuades                        : 9,18 gram
Suhu akuades                          : 30 °C
Suhu penimbangan                  : 30 °C

Tabel 4.1 Data Kesetimbangan pada Berbagai Variasi Campuran Etanol-Akuades
Volume Akuades
(mL)
Volume Etanol
(mL)
Suhu Kesetimbangan
(oC)
Massa
(gram)
Distilat
Residu
0
200
78,5
25,17
25,17
30
200
81
25,3612
25,6836
60
200
82
25,4411
26,0953
90
200
83
25,512
26,3274
120
200
84
25,517
26,3813
150
200
85
25,5447
26,4405
180
200
86
25,5452
26,5931

4.2       Perhitungan
4.2.1    Menghitung densitas (ρ) etanol
      maquadest   =      mpicnometer+aquadest – mpicnometer kosong
                            =      ( 26,96 17,78 ) gram
                            =    9,18    gram
ρ aquadest (30 oC) = 0,995647 g/cm3       (Tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008)
      Vaquadest    =
                            =
                            = 9,22 cm3
      Vpicnometer    =   Vaquadest  =  9,22 cm3

4.2.2    Menghitung persentase larutan etanol
a.       Distilat
Massa distilat    =     mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
                    =     ( 25,17 17,78 ) gram
                    =     7,39 gram
Vpicnometer           =     9,22 cm3
ρdistilat                =    
                          =    
                    =       0,80152 gram/cm3

Tabel 4.2 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)
%wt Etanol
30 oC
92
0,80384
K
0,80152
93
0,80111
      
Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah
   =  
k   =      92,85      %





Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.3 Data Perhitungan Persentase Distilat
Volume (ml)
Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Aquadest
Etanol
0
200
78,5
0,80152
0,9285
30
200
81
0,82226
0,8498
60
200
82
0,83092
0,8153
90
200
83
0,83861
0,7843
120
200
84
0,83915
0,7821
150
200
85
0,84216
0,7698
180
200
86
0,84221
0,7696
                                                                                                             
b.      Residu
Massa residu     =     mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
                    =     ( 25,17  17,78 ) gram
                    =     7,39 gram
Vpicnometer           =     9,22 cm3
ρresidu                 =    
                    =    
                    =       0,80152       gram/cm3

Tabel 4.4 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)
%wt Etanol
30 oC
92
0,80384
K
0,80152
93
0,80111




Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152  gram/cm3, komposisi etanol adalah
   =  
k   =      92,85      %

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.5 Data Perhitungan Persentase Residu
Volume (ml)
Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Aquadest
Etanol
0
200
78,5
0,80152
0,9285
30
200
81
0,85722
0,7077
60
200
82
0,90188
0,5172
90
200
83
0,92705
0,4031
120
200
84
0,93290
0,3749
150
200
85
0,93932
0,3427
180
200
86
0,95641
0,2479

4.2.3    Menghitung fraksi mol larutan etanol
BM aquadest     =     18      gram/mol
BM etanol         =     46      gram/mol
a.       Distilat
ya         =    
ya         =      
ya         =      
ya         =      
            =     0,836

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.6 Data Fraksi Mol Distilat
Volume (ml)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(ya)
Aquadest
Etanol
0
200
0,80152
0,9285
0,836
30
200
0,82226
0,8498
0,689
60
200
0,83092
0,8153
0,633
90
200
0,83861
0,7843
0,587
120
200
0,83915
0,7821
0,584
150
200
0,84216
0,7698
0,567
180
200
0,84221
0,7696
0,566

b.      Residu
xa         =    
xa         =      
xa         =      
xa         =    
            =     0,836


Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.7 Data Fraksi Mol Residu
Volume (ml)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(xa)
Aquadest
Etanol
0
200
0,80152
0,9285
0,836
30
200
0,85722
0,7077
0,486
60
200
0,90188
0,5172
0,295
90
200
0,92705
0,4031
0,209
120
200
0,93290
0,3749
0,190
150
200
0,93932
0,3427
0,169
180
200
0,95641
0,2479
0,114

4.2.4    Menghitung koefisien αab
=   
Pada suhu kesetimbangan 78,5 °C
  =     
        =   1

Analog dengan perhitungan di atas maka untuk suhu kesetimbangan yang lain didapat :
Tabel 4.8 Data αab dari Fraksi Mol Distilat (ya) dan Fraksi Mol Residu (xa)
T ( oC )
ya
xa
78,5
0,836
0,836
1
81
0,689
0,486
2,343
82
0,633
0,295
4,122
83
0,587
0,209
5,739
84
0,584
0,190
5,985
85
0,567
0,169
6,439
86
0,566
0,114
10,136


4.3       Grafik
4.3.1    Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)
Gambar 4.1 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)

4.3.2    Grafik  fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan
Gambar 4.2 Grafik  fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan



4.3.3    Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan
Gambar 4.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan

4.4       Pembahasan
Kesetimbangan fasa (uap-cair) dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan yang digunakan. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan etanol 95%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Prinsip percobaan yang dilakukan yaitu perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis suatu pelarut atau zat dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali menjadi cair setelah menguap, serta kecetapan saat larutan menguap sama dengan kecepatan pada saat zat atau larutan itu kembali ke fase cairan.

Pada percobaan kesetimbangan fasa, terlebih dahulu ditentukan densitas akuades. Pertama, diukur suhu akuades dengan termometer dan didapatkan hasil 30 °C, maka densitas akuades didapat dari tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008 pada suhu 30 °C  yaitu 0,995647 g/cm3. Langkah selanjutnya yaitu menghitung volume akuades. Pertama, ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik dan didapatkan hasil 17,78 gram.  Kemudian piknometer diisi dengan akuades lalu ditimbang dan didapatkan hasil 26,96 gram sehingga massa akuades didapat dengan mengurangi nilai massa piknometer berisi akuades dengan nilai massa piknometer kosong (26,96 – 17,78)gram yaitu 9,18 gram. Volume akuades dihitung dengan menggunakan rumus V = m/ρ  (9,18gram/0,995647 g/cm3) = 9,22 cm3.

Selanjutnya, dimasukkan 200 mL etanol ke dalam labu leher empat, lalu dipanaskan hingga suhu setimbang yaitu pada suhu 78,5 °C. Kemudian ditampung destilat dan residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer. Massa destilat yang didapat yaitu 25,17 gram dan massa residu yang didapat yaitu 25,17 gram. Lalu ditambahkan akuades sebanyak 30 mL kedalam labu leher empat dan dipanaskan hingga suhu setimbang yaitu 81 °C. Kemudian ditampung destilat dan residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer. Massa destilat yang didapat yaitu 25,3612 gram dan massa residu yang didapat yaitu 25,6836 gram. Ditambahkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat, kemudian ditampung destilat dan residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer dan dilakukan hingga 5 kali sehingga didapatkan hasil suhu setimbang 82 °C, 83 °C, 84 °C 85 °C, 86 °C, massa destilat yang didapat yaitu 25,4411 gram, 25,512 gram, 25,517 gram, 25, 5447 gram, 25,5452 gram dan massa residu yang didapat yaitu 26,0963 gram, 26,3274 gram, 26,3813 gram, 26,4405 gram dan 26,5981 gram.

Berdasarkan data hasil percobaan, maka dapat dihitung densitas destilat yaitu 0,80152 gram/cm3, 0,82226 gram/cm3, 0,83092 gram/cm3, 0,83861 gram/cm3, 0,83915 gram/cm3, 0,84216 gram/cm3 dan 0,84221 gram/cm3. Persentase destilat yaitu 0,9285, 0,8498, 0,8153, 0,7843, 0,7821, 0,7698 dan 0,7696. Densitas residu yaitu 0,80152 gram/cm3, 0,85722 gram/cm3, 0,90188 gram/cm3, 0,92705 gram/cm3, 0,93290 gram/cm3, 0,93932 gram/cm3 dan 0,95641 gram/cm3. Persentase residu yaitu 0,9285, 0,7077, 0,5172, 0,4031, 0,3749, 0,3427 dan 0,2479. Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836, 0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566. Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486, 0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114. Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985, 6,439 dan 10,136.

Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya volume etanol pada campuran, maka suhu kesetimbangan pun akan semakin naik. Hal itu karena penambahan volume etanol tidak melebihi volume akuades yang titik didihnya lebih tinggi daripada etanol, jika penambahan etanol hingga melebihi volume akuades maka suhu kesetimbangan akan menurun. Karena suhu kesetimbangan semakin naik, maka massa destilat dan residu juga semakin naik sesuai rumus gas ideal, suhu berbanding lurus dengan massa (PV = nRT), karena nilai massa destilat dan residu semakin naik maka nilai densitasnya juga semakin naik (ρ = m/V). Penambahan volume etanol pada campuran menyebabkan fraksi mol destilat semakin naik, sedangkan fraksi mol residunya semakin berkurang karena kemampuan menguap larutan semakin cepat, maka nilai koefisien αab juga semakin besar.

Faktor kesalahan dari percobaan yang dilakukan yaitu, ketika menampung destilat dan residu pada gelas kimia kurang ditutup rapat sehingga kemungkinan adanya etanol yang menguap sehingga hasil yang didapatkan kurang akurat.

Titik azeotrop merupakan titik dimana ketika campuran dididihkan, maka fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan titik azeotrop berada pada suhu 78,5 °C, dengan komposisi destilat dan residu sama yaitu 0,836.

Berdasarkan perhitungan J.W. Gibbs tentang aturan fase yang menunjukkan hubungan umum antara derajat kebebasan (F), jumlah komponen (C), dan jumlah fase pada kesetimbangan (P) untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang, yaitu:
F = C + 2 – P
Berdasarkan hasil percobaan dengan C = 2 (etanol dan air), P = 2 (uap dan air) maka nilai derajat kebebasan (F) = 2. Karena nilai F = 2 maka untuk menyatakan kesetimbangan uap-cair dari campuran etanol-air dibutuhkan 2 variabel yang diketahui misalkan suhu dan tekanan, atau suhu dan komposisi.

Pada percobaan yang dilakukan, grafik yang dihasilkan berbeda dengan grafik pada teori. Berikut perbandingan grafik 4.3.1 dengan grafik teori.

4.4 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan  fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan percobaan

Sumber data: tabel A.3-23, Geankoplis hal 990
4.5 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan  fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan teori

Dari grafik 4.4 dan 4.5 dapat dilihat perbedaan yang cukup besar. Pada grafik 4.1 menghasilkan kurva yang tidak teratur sedangkan pada grafik 4.2 menghasilkan kurva yang teratur. Hal tersebut disebabkan kemungkinan karena jenis etanol yang digunakan berbeda, pada percobaan menggunakan etanol 95% sedangkan pada teori mungkin saja menggunakan etanol murni.

Karena grafik fraksi mol destilat dan residu pada hasil percobaan dan teori berbeda, maka secara otomatis grafik suhu kesetimbangan dan koefisien αab juga berbeda karena fraksi mol, suhu kesetimbangan dan koefisien αab saling berkaitan sehingga apabila 1 variabel saja berbeda, pasti akan menghasilkan grafik yang berbeda dengan teori yang ada.



BAB V
PENUTUP

5.1       Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
-          Suhu kesetimbangan etanol-akuades yaitu 78,5 °C, 81 °C, 82 °C, 83 °C, 84 °C, 85 °C dan 86 °C.
-          Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836, 0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566. Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486, 0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114.
-          Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985, 6,439 dan 10,136.

5.2       Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya digunakan bahan yang lebih bervariasi, misalnya campuran air dengan metanol agar lebih memahami kesetimbangan fase dari berbagai jenis campuran.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Mikrobiologi - Perhitungan Jumlah Mikroba Dengan Metode TPC

Laporan Mikrobiologi - Biakan Murni

Laporan Mikrobiologi - Metode MPN (Most Probable Number)